Sinopsis Buku “Sembilan Puluh Sembilan Tausiyah Ringan Yang Menggugah” Buku “Sembilan Puluh Sembilan Tausiyah Ringan Yang Menggugah” karya Inayatullah A. Hasyim hadir bagai sekumpulan mutiara hikmah yang disusun untuk menyentuh hati dan mencerahkan jiwa. Seperti judulnya, buku ini menghimpun 99 tulisan singkat nan padat (tausiyah) yang membahas berbagai aspek kehidupan seorang Muslim, mulai dari persoalan akidah, ibadah, akhlak, hingga dinamika sosial dan keluarga. Meskipun ringan dalam penyajiannya, setiap tausiyah sarat dengan kedalaman makna, refleksi spiritual, dan pesan-pesan yang menggugah kesadaran untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Struktur buku ini tidak kaku, memungkinkan pembaca untuk membuka dan menyelami topik mana pun sesuai dengan kondisi hatinya. Inayatullah Hasyim dengan mahir merangkai narasi yang mengaitkan antara dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits Nabi dengan realitas kehidupan modern, menunjukkan bahwa Islam adalah pedoman yang relevan dan aplikatif dalam setiap detik waktu dan setiap sudut kehidupan manusia. Salah satu tema besar yang menonjol adalah penghayatan terhadap waktu dan ibadah mahdhah. Penulis memberikan perhatian khusus pada keutamaan-keutamaan waktu tertentu, seperti yang tercermin dalam judul-judul seperti “Ketika Fajar Menyingsing”, “Dhuha: Sedekah untuk Setiap Ruas”, “Dzuhur dan Rehat”, “Ashar: Saat Tirai Langit Terkoyak”, “Maghrib: Saat Cahaya Beringsut”, dan “Isya: Titik Temu di Ujung Senja”. Ia tidak hanya menjelaskan tata cara, tetapi lebih pada menyelami filosofi dan keajaiban spiritual di balik setiap waktu shalat tersebut, menjadikannya sebagai oase penyejuk di tengah kesibukan duniawi. Demikian pula dengan ibadah-ibadah sunnah seperti Tahajud, Witir, dan Rawatib, digambarkan sebagai kesempatan emas untuk menjadi “tamu istimewa” Allah dan merebut rahmat-Nya yang terhampar. Tema lain yang kuat adalah pembangunan karakter dan akhlakul karimah. Buku ini penuh dengan nasihat-nasihat praktis untuk membentuk kepribadian yang Islami. Mulai dari menjaga lisan dari “kuburan karakter”, keindahan senyum yang bernilai sedekah, etika dalam bertetangga, hingga pentingnya kejujuran dan amanah dalam berbisnis (“Etika Bisnis Para Saudagar Surga”). Penulis juga menyentuh persoalan internal manusia seperti mengelola rasa cemburu, pentingnya itsar (mendahulukan orang lain), bahaya pelit, dan keburukan sifat egois. Bahkan, hal-hal yang sering dianggap remeh seperti “Makan dengan Tangan Kanan” dan “Hinah, Mahkota Kuku yang Tersunahkan” diangkat untuk menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kesempurnaan dalam hal sekecil apa pun. Kehidupan rumah tangga dan hubungan sosial juga mendapat porsi penting. Inayatullah menawarkan perspektif Islam yang penuh kasih dalam mengarungi bahtera keluarga, seperti dalam “Bakti Istri: Ibadah tanpa Suara”, “Keindahan Keluarga Sakinah”, “Tausiyah Pernikahan”, dan “Cemburu, Api Cinta yang Tak Boleh Membakar”. Ia juga mengingatkan betapa berharganya hubungan kekerabatan melalui tulisan tentang “Kakak Perempuan, Sang Pelindung”, “Paman, Sang Pelanjut Estafet Kasih Ayah”, dan “Menganyam Kasih di Tapak Sahabat Lama Ayah-Ibu”. Buku ini juga tidak lupa mengajak pembaca untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) dan persiapan menuju akhirat. Topik-topik seperti “Mempersiapkan Kematian”, “Ketika Ruh Terbang”, “Refleksi atas Kefanaan Dunia”, serta renungan tentang usia (40, 50, 60, dan 70 tahun) menyadarkan kita akan hakikat kehidupan yang sementara. Penulis mengajak untuk memaknai setiap fase usia dengan bijak, bukan sebagai proses penuaan, tetapi sebagai kesempatan untuk memanen amal dan memperdalam persiapan untuk kehidupan abadi di akhirat. Yang unik, Inayatullah Hasyim juga menyelipkan hikmah dari pengobatan Nabawi seperti “Habbatussauda” dan “Madu”, serta membahas fenomena alam seperti mimpi yang disebutnya sebagai “Surat Rahasia dari Alam Malakut”. Hal ini memperkaya wawasan pembaca dan menegaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini memiliki tanda-tanda kebesaran Ilahi. Secara keseluruhan, “Sembilan Puluh Sembilan Tausiyah Ringan Yang Menggugah” adalah sebuah companion yang tepat untuk siapa saja yang ingin menemukan ketenangan, pencerahan, dan motivasi dalam keseharian. Gaya bahasanya yang renyah, penuh metafora indah (seperti “Sungai Kasih yang Mengalir ke Surga”, “Pedagang Cahaya”), dan grounded pada sumber yang otentik membuatnya mudah dicerna namun meninggalkan kesan yang mendalam. Buku ini bukan untuk dibaca cepat, tetapi untuk dinikmati perlahan, direnungkan, dan diamalkan, layaknya menyesap secangkir teh hangat yang menghangatkan tubuh dan menentramkan jiwa. Setiap tausiyahnya adalah pengingat lembut bahwa dalam kesibukan dan kerumitan dunia, kita selalu memiliki jalan kembali kepada Allah, Sang Mahadekat. Demikian, semoga bermanfaat.